Kabei Manusia Ikan Dari Kaledupa-Wakatobi

Perkampungan Suku Bajo di Sampela-Pulau Kaledupa, Wakatobi. Foto:AWS

R U Travelers? Media memang sangat "powerful" dalam menyebarkan berita. Jadi tak salah, alat kuasa di abad 21 tidak hanya uang, pengetahuan, senjata dan jaringan kekerabatan. Tapi juga media. Itu terjadi pada kami. Kita menonton satu tayangan di Discovery Channel menjelang tutup tahun 2015. Discovery Channel membuat liputan kehidupan satu Suku Bajo di Kaledupa, Wakatobi. Ah itu biasa. 

Tapi jadi tidak biasa karena Discovery Channel menunjukan bagaimana orang Bajo berburu ikan tanpa masker, BCD, tabung oksigen, pemberat dan kaki katak. Alat standard bagi para penyelam. Lah kan bisa skin diving. Betul, Travelers. Ayo, berapa dalam Travelers bisa menyelam tanpa alat di laut dan berapa lama?
 

Pak Kabei, Suku Bajo yang ada di film Discovery Channel. Pak Kabei -- tapi dive guide yang mendampingi kami ke Sampela bilang kalau namanya La Uda -- bisa menyelam lebih 10 menit di kedalaman 20 meter. Pemegang izin menyelam Open Water saja hanya boleh menyelam sampai dengan 18 meter. Itu dengan segala peralatan selam loh. 

Berfoto dengan Pak Kabei di rumahnya. Pak Kabei paling kanan dari foto. (Foto: VA)
Membuat kami terdorong untuk bertemu dengan Pak Kabei karena dalam film dokumenter tersebut, Pak Kabei berjalan di bawah laut. Pak Kabei bisa berdiri di atas karang di bawah laut sambil mengamati ikan yang akan diburu. Dengan panah ikan di tangannya, Pak Kabei mencari ikan besar yang ingin disasar. Semua dilakukan hanya dengan satu tarikan napas. Benar-benar SI MANUSIA IKAN. 

"Kalau kita menyelam di Wakatobi, mesti ke Sampela," kata Istri saya. Pas waktu kita ke Wangi-Wangi satu pulau besar di Kabupaten Wakatobi dan melakukan penyelaman di sana, kita minta ke Patuno Dive Center untuk membuat trip ke Hoga. Pulangnya mampir ke Sampela untuk ketemu dengan Pak Kabei. Tak diduga, temen-temen penyelam lainnya juga tertarik untuk ketemu setelah kita cerita "Pak Kabei Si Manusia Ikan."  

Kami ingin berkenalan dan sekaligus beriteraksi dengan Suku Laut Bajo yang sangat terkenal. Betul Travelers. Waktu kami ke Langkawi, ada satu perkampungan Suku Bajo di sana. Tapi kalau mau berkunjung ke perkampungan Suku Bajo paling padat, datanglah ke Pagimana, Luwuk Sulawesi Tengah. Desa ini menjadi desa paling padat di dunia, kata Kepala Desa di sana waktu saya sering ke Luwuk. 

Pak Kabei dan Anaknya Baru Pulang dari Laut. (Foto: AWS)
Satu rumah bisa dihuni lebih dari 4 atau 5 kepala keluarga. Saya pun dengan polos bertanya,"bagaimana kalau mau berhubungan suami istri kalau rumah diisi oleh banyak orang?" Kepala Desa dan tokoh-tokoh masyarakat di sana cerita. Pasangan suami istri naik ke perahu, dayung ke tengah laut dan pasang bendera. Itu tanda kalau ada suami istri tengah berhubungan badan. Simple kan, Travelers. 

Sebelum menetap, Suku Laut Bajo hidupnya nomaden. Pindah dari satu pulau ke pulau lain. Masih ada yang melakukannya tapi sudah tidak banyak. Akses terhadap air bersih, pendidikan, kesehatan dan pemukiman selalu menjadi isu Suku Bajo. Tidak terkecuali di Kaledupa. Penghidupan yang layak juga tidak mudah. 

Kami bertanya kepada warga di sana. Apa yang dilakukan untuk mendapatkan pendapatan relatif lumayan besar karena kalau berburu ikan pasti sangat terbatas. Mereka mengatakan sebagian menjadi awak kapal dan berlayar lebih dari 6 bulan atau satu tahun. Pulang dengan uang dan kemudian membangun rumah atau bagi yang lajang, membangun keluarga baru. 

Budidaya Rumput Laut, Salah Satu Sumber Pendapatan Masyarakat Suku Bajo. (Foto: AWS)
Kalau sanitasi, warga Suku Bajo di Kaledupa membuang hajat langsung ke laut. Begitu menyentuh di laut, kotoran tersebut diserbu oleh ikan-ikan kecil. Langsung hilang. Ada beberapa yang punya jamban sendiri tapi belum banyak. Perlu dipikirkan cara yang tepat mengajak warga membuat jamban. "Kalau badan terasa gerah, yah langsung cebur ke laut," kata Pak Kabei.

Jangan kan kipas angin, angin sepoi-sepoi saja kadang jarang. Jadi membuat udara panas dan gerah. Itu yang kami rasakan sewaktu ke Sampela. Bagi warga Suku bajo, beberapa minggu setelah anak lahir, adatnya diceburkan ke laut. Dibiarkan dan ditolong ketika mulai turun ke bawah. Itu adat di sana. 

Tips Bagi Travelers

Pertama, kalau menyelam di Wakatobi berkunjunglah ke Sampela atau Suku Bajo yang ada di Wangi-Wangi. Ada pusat informasi Suku Bajo di sana. Lumayan, menikmati keindahan bawah laut sambil belajar budaya Suku Bajo. Paling seru kenalan dengan Si Manusia Ikan.

Kedua, kalau Travelers tinggal di Pulau Wangi-Wangi perlu naik kapal lagi, sekitar 1.30 menit. Tergantung mesin kapalnya. Ada kapal regular ke Kaledupa dari Wangi-Wangi.

Ketiga, Site Dives Pulau Hoga terkenal dengan karang yang indah dan Barakuda Schooling.     

  




Labels: , , , , , ,